Minggu, 30 November 2014



DIBAWAH LANGIT YANG SAMA

Created by : Aida Berliana

Adalah Delima, gadis manis yang berdiri dibalik pintu gerbang sebuah SD dikampung kecil yang terletak dikaki bukit. Kira-kira umurnya 11 tahun, dia bukan murid di sekolah tersebut. Dia hanya seorang anak tukang cuci piring yang tidak memiliki ayah. Ayah Delima pergi meninggalkan keluarganya ketika Delima masih bayi. Pergi dengan wanita lain yang kaya dan lebih muda dari ibu Delima, bukan pergi mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Upah sebagai tukang cuci piring disebuah warung padang saja tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari Delima dan ibunya.

Beberapa tahun yang lalu, ayah Delima yang bernama Budiman pergi meninggalkan Delima, ibu, dan kakaknya Dewa. Dia mau mnikah lagi dengan wanita muda yang kaya dan cantik bernama Sarah. Entah mengapa wanita bernama Sarah itu mau-mau saja menikah dengan seorang pria yang sudah menjadi suami orang.

“Siapapun orangnya, aku akan membunuhnya!!”, ucap Dewa.

Dewa kakak Delima, umur mereka selisih 5 tahun. Dewa masih ingat betul kejadian 8 tahun lalu itu. Iunya memohon-mohon bersujud dikaki ayahnya agar ayahnya tidak meninggalkan dia dan kedua orang anaknya.

“Aku bosan hidup miskin!!,makan seadanya, listrik tidak ada!! Aku juga butuh kehidupan yang mewah!!. ” bentak ayahnya ketika ibunya memohon agar ayahnya tetap tinggal. Ayahnya menendang ibunya hingga ibunya jatuh terjungkal. Begitu menyedihkan, hal itu terjadi didepan mata Dewa. Melihat pertengkaran kedua orangtuanya dengan mata kepalanya sendiri tentu tidak berdampak baik pada Dewa.

Akhirnya sepeninggal ayahnya kehidupan keluarga Dewa menjadi semakin terpuruk, semakin terjatuh, dan berada pada titik terendah sebuah kehidupan. 8 tahun berselang, ibu Delima memutuskn menitipkan Dewa pada seorang wanita yang telah lama menantkan kehadiran seorang anak, bukan tanpa alasan, tentu kehidupan Dewa akan lebih terjamin. Ibunya memutuskan untuk tetap bersama Delima, setidaknya untuk mengobati luka hatinya karena hanya kehadiran anaknya yang mampu membuatnya bertahan. Tentu awalnya Dewa tidak mau, siang malam ibu membujuknya. Berjam-jam Dewa dan Delima menangis bersama, Dewa tidak ingin berjauhan dari adik tercintanya , Delima tentu jua sama.

“bang, kalau kita berpisah apakah mungkin suatu saat kta bias bertemu lagi?,” bibir mungil Delima bertanya dengan penuh hati-hati. Air mata tak mampu lagi terbendung. Malam itu benar-benar sunyi. Ditengah remang-remang cahaya purnama Dewa dan Delima menangis pilu menumpahkan keluh kesah pada sang kuasa , berdoa agar bias tetap bersama, berharap ibu meeka berubah pikiran. Hingga terlintas sebesit pemikiran  bahwa ia akan bias membalaskan dendamnya pada ayahnya jika ia menjadi orang kaya. Dia menepis pelukan adiknya dan berkata.

“dik abang pasti kembali menemuimu setelah abang membalaskan sakit hati kita kepada ayah!, abang janji!.” Ucap Dewa yang dijawab tangis seenggukan Delima. Sedih sekali hati ibu melihat kejadian itu.

“Dewa?” panggil ibunya. Yang lalu memeluk Dewa dan Delima, ikut menangis bersama hingga  ketiganya terlelap setelah kelelahan.

Paginya, Dewa dengan berat hati mninggalkan ibunya dan Delima. Meninggalkan rumah bamboo yang menjadi saksi bisu kehidupannya, meninggalkan ibunya yang telah merawatnya. Meninggalkan Delim adik kesayangannya. Hanya dengan satu tekad dalam hatinya. Mencari ayahnya untuk menuntut balas. Bukan suatu tindakan trpuji memang, tapi luka dihati Dewa sudah terlanjur membekas.

Semburat cahaya mtahari menerobos celah-celah rumpun bambu menyinari wajah manis Delima yang mash meronta-ronta dari pelukan ibunya. Berteriak memanggil nama abangnya yang menangis di pelukan ibu barunya. Perlahan mobil yang dibawa ibu baru Dewa mulai melaju. “ Abangggggg!!!!!!” Delima berteriak, terlepas dari pelukan ibunya mngejar mobil yang membawa pergi abang kesayanganya. Namun percuma sekras apapun Delima bertriak memanggil abangnya tidak akan membuat keadaan berubah. Dewa tetap pergi meningalkan kenangan masa kecil mereka yang selalu mereka lewati bersama. Kini Delima harus sanggup menghadapi semua sendirian.

13 tahun berlalu. Delima masih tinggal bersama ibunya yang semakin tua dan sakit-sakitan. Masih tinggal dirumah bamboo reot yang kini gentengnya sudah bocor dimana-mana.

“bu?.”panggil Delima. Mencari dimana ibundanya berada. Menatap setiap sudut ruang. Mencoba memasang telinga tajam mencari suara ibunya. Tapi sekeras apapun Delima memanggil, setajam apapun Delima mendengar ia masih tak menemukan ibunya, hanya nyanyianmakhluk malam yang terdengar.

Delima tersaadar dari pikirannya ketika menemukan ibuna dibalik pintu kayu terduduk tediam dengan wajah biru. Delima tergopoh menujunya menyentuh ibunya dan dia sadar bahwa ternyata nyanyian makhluk malam itu adalah sambutan kedatangan untuk ibunya. Delima hanya menutup matanya berharap agar semua yan terjadi hanya mimpi.

1 hari sebelumnya di sebuah rumah megah yang terletak diujung jalan Dewa menyingkap gorden yang menghalangi pandangannya. 13 tahun sudah ia terpisah dari Delima dan ibunya, tapi tak sedikitpun Dewa lupa pada mereka. Dua wanita yang pernah menjadi bagian terindah dalam hidupnya.

“Dewa?, tante sarah udah dating loh ceret keluar.” Ucap mamanya, ibu barunya.

“iya ma,” jawab Dewa. Dewa beranjak dari depan jendela tapi ia mengurungkan niatnya keluar dari kamar ketika mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya, suara yang bertahun-tahun lalu telah membuat ia dan keluarganya terluka.

‘BRAAK’ Dewa membanting pintu kamar mengejutkan mamanya dan keluarga tante Sarah.

“Heh, tidak salah lagi, ada apa ayah dating kemari ha?” Tanya Dewa marah

“apa apaan kau nak? Mungkin kau salah orang,” jawab Budiman

“aku tidak mungkin salah orang. Bagaimana mungkin aku melupakan suara orang yang menyakiti ibu dan anak-anaknya. Menelantarkan keluarganya hanya demi harta benda yang tidak abadi!dan anda ibu Sarah saya tidak menyangka bahwa selama ini orang yang menjadi sahabat ibu angkat saya adalah penghancur keluarga saya sendiri.” sergah Dewa.

“apa maksudmu Dewa, mas Budiman masih sendiri ketika saya menikah dengannya!, dia tidak punya istri apalagi anak! Dia hidup sebatang kara!!” ucap bu Sarah.

“kalau begitu coba anda tanyakan sendiri pada orang ini!” jawab Dewa

“mas, jelaskan ini sekarang mas! Jelaskan!” pinta ibu Sarah yang mulai menangis. Mamanya mulai panik,

Budiman hanya terdiam, ia tiba-tiba teringat dengan seoran anak laki-laki kecil yang menangis dipojok ruang memohon agar pertengkarannya dan Saodah dihentikan. Memeluk adiknya menangis menjadi-jadi, ya.. ialah Dewa yang kini berdiri didepan matanya. Budiman  berpikir mencai jalan keluar, keadaanya sudah sangat terpojok sehingga ia memilih untuk kabur.

“a….. itu,, anu….” Budiman tergagap berlari keluar rumah

“mas….. mas….”  Panggil bu Sarah. Bu Saraah daj mamanya mengejar Budiman,

“AAAAAAAA” Suara teriakan terdengar dari dalam rumah.

………………..

Awan mendung menyelimuti langit. Perlahan hujan mulai mengguyur TPU disudut kota. Suara tangisan Sarah masih terdengar sejak pagi tadi. Yang berbeda dengan upacara pemakaman lainnya adalah putra sulungnya tidak menangis. Dewa tersenyum ayahnya sudah pergi selama-lamanya dan dia telah menepati janjinya tanpa harus mengotori tangannya.

…………………………………………..

Delima menangis dipusara ibunya, meminta ijin untuk pergi menyusul kakanya kekota. Namun malang benar nasib Deliama, disaat ai sampai dikota disaat itulah Dewa berangkat kedesa.

…………………………..

Dewa keluar dari rumah pak RT. Mendengar kabar kematian ibuna hatinya sangat terpukul, dan sekarang adiknya malah pergi entah kemana mencarinya. Akhirnya Dewa memutuskan kembali kekota mencari adiknya. Bertahun tahun berlalu tapi Dewa masih juga tidak menemukan adiknya. Entah dimana sekarang asiknya berada tapi dia akan selalu mendoakan yang terbaik untuk adiknya.

…………………

Disudut pemukiman kumuh seorang gadis tengah termenung menatap senja yang berkilauan. Dia tidak ingat apapun bahkan namanya sendiripun ia tidak imgat. Yang ia tahu iadiselamatkan oleh supir angkot setelah mengalami suatu kecelakaan bus, dialah Delima.

“TAMAT”

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

cerpen tentang keluarga broken home



DIBAWAH LANGIT YANG SAMA

Created by : Aida Berliana

Adalah Delima, gadis manis yang berdiri dibalik pintu gerbang sebuah SD dikampung kecil yang terletak dikaki bukit. Kira-kira umurnya 11 tahun, dia bukan murid di sekolah tersebut. Dia hanya seorang anak tukang cuci piring yang tidak memiliki ayah. Ayah Delima pergi meninggalkan keluarganya ketika Delima masih bayi. Pergi dengan wanita lain yang kaya dan lebih muda dari ibu Delima, bukan pergi mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Upah sebagai tukang cuci piring disebuah warung padang saja tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari Delima dan ibunya.

Beberapa tahun yang lalu, ayah Delima yang bernama Budiman pergi meninggalkan Delima, ibu, dan kakaknya Dewa. Dia mau mnikah lagi dengan wanita muda yang kaya dan cantik bernama Sarah. Entah mengapa wanita bernama Sarah itu mau-mau saja menikah dengan seorang pria yang sudah menjadi suami orang.

“Siapapun orangnya, aku akan membunuhnya!!”, ucap Dewa.

Dewa kakak Delima, umur mereka selisih 5 tahun. Dewa masih ingat betul kejadian 8 tahun lalu itu. Iunya memohon-mohon bersujud dikaki ayahnya agar ayahnya tidak meninggalkan dia dan kedua orang anaknya.

“Aku bosan hidup miskin!!,makan seadanya, listrik tidak ada!! Aku juga butuh kehidupan yang mewah!!. ” bentak ayahnya ketika ibunya memohon agar ayahnya tetap tinggal. Ayahnya menendang ibunya hingga ibunya jatuh terjungkal. Begitu menyedihkan, hal itu terjadi didepan mata Dewa. Melihat pertengkaran kedua orangtuanya dengan mata kepalanya sendiri tentu tidak berdampak baik pada Dewa.

Akhirnya sepeninggal ayahnya kehidupan keluarga Dewa menjadi semakin terpuruk, semakin terjatuh, dan berada pada titik terendah sebuah kehidupan. 8 tahun berselang, ibu Delima memutuskn menitipkan Dewa pada seorang wanita yang telah lama menantkan kehadiran seorang anak, bukan tanpa alasan, tentu kehidupan Dewa akan lebih terjamin. Ibunya memutuskan untuk tetap bersama Delima, setidaknya untuk mengobati luka hatinya karena hanya kehadiran anaknya yang mampu membuatnya bertahan. Tentu awalnya Dewa tidak mau, siang malam ibu membujuknya. Berjam-jam Dewa dan Delima menangis bersama, Dewa tidak ingin berjauhan dari adik tercintanya , Delima tentu jua sama.

“bang, kalau kita berpisah apakah mungkin suatu saat kta bias bertemu lagi?,” bibir mungil Delima bertanya dengan penuh hati-hati. Air mata tak mampu lagi terbendung. Malam itu benar-benar sunyi. Ditengah remang-remang cahaya purnama Dewa dan Delima menangis pilu menumpahkan keluh kesah pada sang kuasa , berdoa agar bias tetap bersama, berharap ibu meeka berubah pikiran. Hingga terlintas sebesit pemikiran  bahwa ia akan bias membalaskan dendamnya pada ayahnya jika ia menjadi orang kaya. Dia menepis pelukan adiknya dan berkata.

“dik abang pasti kembali menemuimu setelah abang membalaskan sakit hati kita kepada ayah!, abang janji!.” Ucap Dewa yang dijawab tangis seenggukan Delima. Sedih sekali hati ibu melihat kejadian itu.

“Dewa?” panggil ibunya. Yang lalu memeluk Dewa dan Delima, ikut menangis bersama hingga  ketiganya terlelap setelah kelelahan.

Paginya, Dewa dengan berat hati mninggalkan ibunya dan Delima. Meninggalkan rumah bamboo yang menjadi saksi bisu kehidupannya, meninggalkan ibunya yang telah merawatnya. Meninggalkan Delim adik kesayangannya. Hanya dengan satu tekad dalam hatinya. Mencari ayahnya untuk menuntut balas. Bukan suatu tindakan trpuji memang, tapi luka dihati Dewa sudah terlanjur membekas.

Semburat cahaya mtahari menerobos celah-celah rumpun bambu menyinari wajah manis Delima yang mash meronta-ronta dari pelukan ibunya. Berteriak memanggil nama abangnya yang menangis di pelukan ibu barunya. Perlahan mobil yang dibawa ibu baru Dewa mulai melaju. “ Abangggggg!!!!!!” Delima berteriak, terlepas dari pelukan ibunya mngejar mobil yang membawa pergi abang kesayanganya. Namun percuma sekras apapun Delima bertriak memanggil abangnya tidak akan membuat keadaan berubah. Dewa tetap pergi meningalkan kenangan masa kecil mereka yang selalu mereka lewati bersama. Kini Delima harus sanggup menghadapi semua sendirian.

13 tahun berlalu. Delima masih tinggal bersama ibunya yang semakin tua dan sakit-sakitan. Masih tinggal dirumah bamboo reot yang kini gentengnya sudah bocor dimana-mana.

“bu?.”panggil Delima. Mencari dimana ibundanya berada. Menatap setiap sudut ruang. Mencoba memasang telinga tajam mencari suara ibunya. Tapi sekeras apapun Delima memanggil, setajam apapun Delima mendengar ia masih tak menemukan ibunya, hanya nyanyianmakhluk malam yang terdengar.

Delima tersaadar dari pikirannya ketika menemukan ibuna dibalik pintu kayu terduduk tediam dengan wajah biru. Delima tergopoh menujunya menyentuh ibunya dan dia sadar bahwa ternyata nyanyian makhluk malam itu adalah sambutan kedatangan untuk ibunya. Delima hanya menutup matanya berharap agar semua yan terjadi hanya mimpi.

1 hari sebelumnya di sebuah rumah megah yang terletak diujung jalan Dewa menyingkap gorden yang menghalangi pandangannya. 13 tahun sudah ia terpisah dari Delima dan ibunya, tapi tak sedikitpun Dewa lupa pada mereka. Dua wanita yang pernah menjadi bagian terindah dalam hidupnya.

“Dewa?, tante sarah udah dating loh ceret keluar.” Ucap mamanya, ibu barunya.

“iya ma,” jawab Dewa. Dewa beranjak dari depan jendela tapi ia mengurungkan niatnya keluar dari kamar ketika mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya, suara yang bertahun-tahun lalu telah membuat ia dan keluarganya terluka.

‘BRAAK’ Dewa membanting pintu kamar mengejutkan mamanya dan keluarga tante Sarah.

“Heh, tidak salah lagi, ada apa ayah dating kemari ha?” Tanya Dewa marah

“apa apaan kau nak? Mungkin kau salah orang,” jawab Budiman

“aku tidak mungkin salah orang. Bagaimana mungkin aku melupakan suara orang yang menyakiti ibu dan anak-anaknya. Menelantarkan keluarganya hanya demi harta benda yang tidak abadi!dan anda ibu Sarah saya tidak menyangka bahwa selama ini orang yang menjadi sahabat ibu angkat saya adalah penghancur keluarga saya sendiri.” sergah Dewa.

“apa maksudmu Dewa, mas Budiman masih sendiri ketika saya menikah dengannya!, dia tidak punya istri apalagi anak! Dia hidup sebatang kara!!” ucap bu Sarah.

“kalau begitu coba anda tanyakan sendiri pada orang ini!” jawab Dewa

“mas, jelaskan ini sekarang mas! Jelaskan!” pinta ibu Sarah yang mulai menangis. Mamanya mulai panik,

Budiman hanya terdiam, ia tiba-tiba teringat dengan seoran anak laki-laki kecil yang menangis dipojok ruang memohon agar pertengkarannya dan Saodah dihentikan. Memeluk adiknya menangis menjadi-jadi, ya.. ialah Dewa yang kini berdiri didepan matanya. Budiman  berpikir mencai jalan keluar, keadaanya sudah sangat terpojok sehingga ia memilih untuk kabur.

“a….. itu,, anu….” Budiman tergagap berlari keluar rumah

“mas….. mas….”  Panggil bu Sarah. Bu Saraah daj mamanya mengejar Budiman,

“AAAAAAAA” Suara teriakan terdengar dari dalam rumah.

………………..

Awan mendung menyelimuti langit. Perlahan hujan mulai mengguyur TPU disudut kota. Suara tangisan Sarah masih terdengar sejak pagi tadi. Yang berbeda dengan upacara pemakaman lainnya adalah putra sulungnya tidak menangis. Dewa tersenyum ayahnya sudah pergi selama-lamanya dan dia telah menepati janjinya tanpa harus mengotori tangannya.

…………………………………………..

Delima menangis dipusara ibunya, meminta ijin untuk pergi menyusul kakanya kekota. Namun malang benar nasib Deliama, disaat ai sampai dikota disaat itulah Dewa berangkat kedesa.

…………………………..

Dewa keluar dari rumah pak RT. Mendengar kabar kematian ibuna hatinya sangat terpukul, dan sekarang adiknya malah pergi entah kemana mencarinya. Akhirnya Dewa memutuskan kembali kekota mencari adiknya. Bertahun tahun berlalu tapi Dewa masih juga tidak menemukan adiknya. Entah dimana sekarang asiknya berada tapi dia akan selalu mendoakan yang terbaik untuk adiknya.

…………………

Disudut pemukiman kumuh seorang gadis tengah termenung menatap senja yang berkilauan. Dia tidak ingat apapun bahkan namanya sendiripun ia tidak imgat. Yang ia tahu iadiselamatkan oleh supir angkot setelah mengalami suatu kecelakaan bus, dialah Delima.

“TAMAT”

0 komentar:

Posting Komentar

- Copyright © ~Nyan Desu (^3^) - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -