DIBAWAH
LANGIT YANG SAMA
Created
by : Aida Berliana
Adalah
Delima, gadis manis yang berdiri dibalik pintu gerbang sebuah SD dikampung
kecil yang terletak dikaki bukit. Kira-kira umurnya 11 tahun, dia bukan murid
di sekolah tersebut. Dia hanya seorang anak tukang cuci piring yang tidak
memiliki ayah. Ayah Delima pergi meninggalkan keluarganya ketika Delima masih
bayi. Pergi dengan wanita lain yang kaya dan lebih muda dari ibu Delima, bukan
pergi mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Upah sebagai tukang cuci
piring disebuah warung padang saja tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari
Delima dan ibunya.
Beberapa
tahun yang lalu, ayah Delima yang bernama Budiman pergi meninggalkan Delima,
ibu, dan kakaknya Dewa. Dia mau mnikah lagi dengan wanita muda yang kaya dan
cantik bernama Sarah. Entah mengapa wanita bernama Sarah itu mau-mau saja
menikah dengan seorang pria yang sudah menjadi suami orang.
“Siapapun
orangnya, aku akan membunuhnya!!”, ucap Dewa.
Dewa
kakak Delima, umur mereka selisih 5 tahun. Dewa masih ingat betul kejadian 8
tahun lalu itu. Iunya memohon-mohon bersujud dikaki ayahnya agar ayahnya tidak
meninggalkan dia dan kedua orang anaknya.
“Aku
bosan hidup miskin!!,makan seadanya, listrik tidak ada!! Aku juga butuh
kehidupan yang mewah!!. ” bentak ayahnya ketika ibunya memohon agar ayahnya
tetap tinggal. Ayahnya menendang ibunya hingga ibunya jatuh terjungkal. Begitu menyedihkan,
hal itu terjadi didepan mata Dewa. Melihat pertengkaran kedua orangtuanya
dengan mata kepalanya sendiri tentu tidak berdampak baik pada Dewa.
Akhirnya
sepeninggal ayahnya kehidupan keluarga Dewa menjadi semakin terpuruk, semakin
terjatuh, dan berada pada titik terendah sebuah kehidupan. 8 tahun berselang,
ibu Delima memutuskn menitipkan Dewa pada seorang wanita yang telah lama
menantkan kehadiran seorang anak, bukan tanpa alasan, tentu kehidupan Dewa akan
lebih terjamin. Ibunya memutuskan untuk tetap bersama Delima, setidaknya untuk
mengobati luka hatinya karena hanya kehadiran anaknya yang mampu membuatnya
bertahan. Tentu awalnya Dewa tidak mau, siang malam ibu membujuknya. Berjam-jam
Dewa dan Delima menangis bersama, Dewa tidak ingin berjauhan dari adik
tercintanya , Delima tentu jua sama.
“bang,
kalau kita berpisah apakah mungkin suatu saat kta bias bertemu lagi?,” bibir
mungil Delima bertanya dengan penuh hati-hati. Air mata tak mampu lagi
terbendung. Malam itu benar-benar sunyi. Ditengah remang-remang cahaya purnama
Dewa dan Delima menangis pilu menumpahkan keluh kesah pada sang kuasa , berdoa
agar bias tetap bersama, berharap ibu meeka berubah pikiran. Hingga terlintas
sebesit pemikiran bahwa ia akan bias membalaskan
dendamnya pada ayahnya jika ia menjadi orang kaya. Dia menepis pelukan adiknya
dan berkata.
“dik
abang pasti kembali menemuimu setelah abang membalaskan sakit hati kita kepada
ayah!, abang janji!.” Ucap Dewa yang dijawab tangis seenggukan Delima. Sedih sekali
hati ibu melihat kejadian itu.
“Dewa?”
panggil ibunya. Yang lalu memeluk Dewa dan Delima, ikut menangis bersama
hingga ketiganya terlelap setelah
kelelahan.
Paginya,
Dewa dengan berat hati mninggalkan ibunya dan Delima. Meninggalkan rumah bamboo
yang menjadi saksi bisu kehidupannya, meninggalkan ibunya yang telah
merawatnya. Meninggalkan Delim adik kesayangannya. Hanya dengan satu tekad
dalam hatinya. Mencari ayahnya untuk menuntut balas. Bukan suatu tindakan
trpuji memang, tapi luka dihati Dewa sudah terlanjur membekas.
Semburat
cahaya mtahari menerobos celah-celah rumpun bambu menyinari wajah manis Delima
yang mash meronta-ronta dari pelukan ibunya. Berteriak memanggil nama abangnya
yang menangis di pelukan ibu barunya. Perlahan mobil yang dibawa ibu baru Dewa
mulai melaju. “ Abangggggg!!!!!!” Delima berteriak, terlepas dari pelukan
ibunya mngejar mobil yang membawa pergi abang kesayanganya. Namun percuma
sekras apapun Delima bertriak memanggil abangnya tidak akan membuat keadaan
berubah. Dewa tetap pergi meningalkan kenangan masa kecil mereka yang selalu
mereka lewati bersama. Kini Delima harus sanggup menghadapi semua sendirian.
13
tahun berlalu. Delima masih tinggal bersama ibunya yang semakin tua dan
sakit-sakitan. Masih tinggal dirumah bamboo reot yang kini gentengnya sudah
bocor dimana-mana.
“bu?.”panggil
Delima. Mencari dimana ibundanya berada. Menatap setiap sudut ruang. Mencoba memasang
telinga tajam mencari suara ibunya. Tapi sekeras apapun Delima memanggil,
setajam apapun Delima mendengar ia masih tak menemukan ibunya, hanya
nyanyianmakhluk malam yang terdengar.
Delima
tersaadar dari pikirannya ketika menemukan ibuna dibalik pintu kayu terduduk
tediam dengan wajah biru. Delima tergopoh menujunya menyentuh ibunya dan dia
sadar bahwa ternyata nyanyian makhluk malam itu adalah sambutan kedatangan
untuk ibunya. Delima hanya menutup matanya berharap agar semua yan terjadi
hanya mimpi.
1
hari sebelumnya di sebuah rumah megah yang terletak diujung jalan Dewa
menyingkap gorden yang menghalangi pandangannya. 13 tahun sudah ia terpisah
dari Delima dan ibunya, tapi tak sedikitpun Dewa lupa pada mereka. Dua wanita
yang pernah menjadi bagian terindah dalam hidupnya.
“Dewa?,
tante sarah udah dating loh ceret keluar.” Ucap mamanya, ibu barunya.
“iya
ma,” jawab Dewa. Dewa beranjak dari depan jendela tapi ia mengurungkan niatnya
keluar dari kamar ketika mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya,
suara yang bertahun-tahun lalu telah membuat ia dan keluarganya terluka.
‘BRAAK’
Dewa membanting pintu kamar mengejutkan mamanya dan keluarga tante Sarah.
“Heh,
tidak salah lagi, ada apa ayah dating kemari ha?” Tanya Dewa marah
“apa
apaan kau nak? Mungkin kau salah orang,” jawab Budiman
“aku
tidak mungkin salah orang. Bagaimana mungkin aku melupakan suara orang yang
menyakiti ibu dan anak-anaknya. Menelantarkan keluarganya hanya demi harta
benda yang tidak abadi!dan anda ibu Sarah saya tidak menyangka bahwa selama ini
orang yang menjadi sahabat ibu angkat saya adalah penghancur keluarga saya
sendiri.” sergah Dewa.
“apa
maksudmu Dewa, mas Budiman masih sendiri ketika saya menikah dengannya!, dia
tidak punya istri apalagi anak! Dia hidup sebatang kara!!” ucap bu Sarah.
“kalau
begitu coba anda tanyakan sendiri pada orang ini!” jawab Dewa
“mas,
jelaskan ini sekarang mas! Jelaskan!” pinta ibu Sarah yang mulai menangis. Mamanya
mulai panik,
Budiman
hanya terdiam, ia tiba-tiba teringat dengan seoran anak laki-laki kecil yang
menangis dipojok ruang memohon agar pertengkarannya dan Saodah dihentikan. Memeluk
adiknya menangis menjadi-jadi, ya.. ialah Dewa yang kini berdiri didepan
matanya. Budiman berpikir mencai jalan
keluar, keadaanya sudah sangat terpojok sehingga ia memilih untuk kabur.
“a…..
itu,, anu….” Budiman tergagap berlari keluar rumah
“mas…..
mas….” Panggil bu Sarah. Bu Saraah daj
mamanya mengejar Budiman,
“AAAAAAAA”
Suara teriakan terdengar dari dalam rumah.
………………..
Awan
mendung menyelimuti langit. Perlahan hujan mulai mengguyur TPU disudut kota. Suara
tangisan Sarah masih terdengar sejak pagi tadi. Yang berbeda dengan upacara
pemakaman lainnya adalah putra sulungnya tidak menangis. Dewa tersenyum ayahnya
sudah pergi selama-lamanya dan dia telah menepati janjinya tanpa harus
mengotori tangannya.
…………………………………………..
Delima
menangis dipusara ibunya, meminta ijin untuk pergi menyusul kakanya kekota. Namun
malang benar nasib Deliama, disaat ai sampai dikota disaat itulah Dewa
berangkat kedesa.
…………………………..
Dewa
keluar dari rumah pak RT. Mendengar kabar kematian ibuna hatinya sangat
terpukul, dan sekarang adiknya malah pergi entah kemana mencarinya. Akhirnya Dewa
memutuskan kembali kekota mencari adiknya. Bertahun tahun berlalu tapi Dewa
masih juga tidak menemukan adiknya. Entah dimana sekarang asiknya berada tapi
dia akan selalu mendoakan yang terbaik untuk adiknya.
…………………
Disudut
pemukiman kumuh seorang gadis tengah termenung menatap senja yang berkilauan. Dia
tidak ingat apapun bahkan namanya sendiripun ia tidak imgat. Yang ia tahu
iadiselamatkan oleh supir angkot setelah mengalami suatu kecelakaan bus, dialah
Delima.
“TAMAT”